tetaplah-hidup walau tak berguna

Tetaplah Hidup Walau Tak Berguna

Tetaplah Hidup Walau Tak Berguna – Kurang lebih sebulan yang lalu saya ngopi bersama teman sewaktu kuliah, kita ngopi dipinggir jalan dekat kampus yang berlambang Gajah Duduk, atau sering kita menyembutnya ITB. 

Sudah cukup lama kami ga ngopdar. Wajar aja, dulu pas kita masih jadi pengurus di organisasi mahasiswa yang sama, kita suka melakukan kegiatan semacam ini sampai larut subuh, dari berbincang persoalan negara sampai membahas mahasiswi baru yang masih imu-imut incaran para panitia ospek wqwq

Teman saya hampir dua tahun ini tinggal di Jakarta, ia bekerja di Perusahaan yang cukup Bonafit. Kebetulan ia lagi di Bandung, dan mengabari saya untuk ngopi bareng.

“Cuy, posisi dimana?” Dia mengirim Whatsapp

“Di Bandung bos” Saya jawab

“Ngopi yuk, urang keur di bandung yeuh”

“Boleh cuy, engke peuting atuh. Kumaha?” 

“Di tempat biasa baheula nya? deket itb jam 8 peuting, cocok?” Pungkasnya

“Ok cocok”.

Akhirnya kita bertemu, dia datang dengan tampilan necis, pokoknya gaya-gaya parlente gitu lah. Kita berdua berbincang ngalor-ngidul sambil haha hihi mengingat masa-masa kuliah dulu. 

Hingga tak terasa waktu sudah menunjukan pukul 2 pagi, akhirnya kita berdua berpamitan. Saya pulang ke kosan dan dia pulang ke rumah saudaranya yang di Bandung. 

Saya pikir dengan kondisi yang sekarang hidupnya sudah enak dan hampi mapan, sudah cukup secara materi lah. Sebab HP yang ia gunakan sudah seri terbaru dengan bergambar buah apel tergigit, motornya sudah di upgrade ke motor matic yang bodynya gede (NMAX), rokonya juga sudah bukan magnum yang batangan lagi. Itu semua semakin meyakinkan pandangan saya.

Namun tidak demikian, saya mendapatkan sudut pandang lain. Teman saya mengeluh. Dia bekerja dari jam 8 pagi sampai jam 9 malem, bahkan di hari Sabtu. Asuransi dan tunjangannya juga cukup tinggi.

Namun, ia merasa lelah. Ia tak punya waktu untuk nongkrong, tak sebebas seperti dulu ketika zaman Mahasiswa. Di hari libur saja, ia hanya bisa tidur, karena sudah amat lelah. Ia merasa tak berguna, karena hidup hanya menjadi budak korporat.

Dari kejadian itu, saya teringat saudara saya yang juga mengeluh. Karena lelah bekerja pada orang lain, ia mulai membangun usahanya sendiri. Namun, suasana usaha sedang tak bagus. Keuntungannya nihil, bahkan beberapa kali harus mendapati kerugian.

Terkadang, ia merasa menyesal telah meninggalkan dunia kerja. Menjadi pengusaha penuh dengan ketidakpastian. Kadang untung, kadang buntung, bahkan bangkar. Ia pun, seringkali, merasa tak berguna karena dompetnya sudah menipis.

Ada seorang teman lain pun yang semenjak lulus belum punya pekerjaan. Ia menghabiskan waktu di depan gadgetnya yang dimiringkan (untuk bermain game). 

Terkadang, ia keluar hanya untuk sekedar beli makan dan rokok. Ia sudah lama pengangguran, dan sudah putus asa di dalam mencari pekerjaan, entah sudah berapa ratus email lamaran yang dikirimkan.

Untuk membangun usaha, ia tak punya modal, atau jaminan untuk pinjaman bank, katanya “Andai saja ijazah sarjana bisa digadaikan, mungkin sudah saya gadaikan jauh-jauh hari.” 

Keluarganya juga enggan memberikan pinjaman uang. Akhirnya, ia hanya bisa berpasrah. Seringkali, ia ngegas gajelas bak perempuan di hari pertama MS, itu sebagai luapan karena ia merasa tak berguna.

Oh iya, ada lagi teman kuliah saya yang mengeluh. Ia sampai sekarang belum lulus-lulus kuliahnya, entah sudah berapa kali ia mengulang mata kuliah namun tetap tidak lulus. Mungkin sudah cocok ia dilabeli sebagai donatur tetap kampus.

Jika memungkinkan, ia ingin menggunakan jalur express dengan menyogok ke rektorat agar diluluskan dengan cuma-cuma. Sebab ia sudah bosan dengan pertanyaan-pertanyan “kapan lulus?”, pertanyaan itu membuatnya minder dan merasa hidup tidak berguna bila tidak punya ijazah sarjana.

Tetaplah Hidup Walaupun Tak berguna

Jadi, apapun yang kita lakukan, kita akan selalu merasa tak berguna? Bahkan, seorang Pejabat yang memberikan hidupnya untuk “menolong” orang lain pun seringkali merasa tak berguna. 

Mereka merasa tak mampu membuat perubahan yang cukup besar untuk memperbaiki keadaan seperti janji kampanyenya. Sebenarnya, apa sih maksud “berguna” dalam konteks ini?

Apakah berguna berarti menghasilkan uang yang cukup? Apakah berguna berarti punya waktu dan tenaga untuk menikmati uang bersama kolega dan istri muda? Apakah berguna berarti bisa mempengaruhi orang banyak dengan uang dan kekuasaan yang ada?

Segalanya diukur dengan dan serba uang, mulai dari cinta, persahabatan sampai dengan hubungan dengan tuhan. Itulah namanya modernitas, hidup kita jadi diisi dengan penumpukan keuntungan ekonomis yang babi buta. 

Tak heran, kita semua jadi manusia mata duitan, panasan bila tetangga beli mobil baru.

Mari kita lihat dari kacamata yang berbeda.

Tetaplah Hidup Walaupun Tak berguna

Kalau boleh saya bilang, sebenarnya keberadaan kita sudah berguna loh secara alamiah. Buktinya dengan kita bekerja artinya kita telah membantu perusahaan mecapai target omsetnya toh, juga dengan bekerja keluarga pun bisa tercukupi kebutuhannya. 

Dengan menjadi pengusaha, kita telah membuka lapangan pekerjaan walaupun itu tak lama. 

Yang paling mudah dan sederhana, ketika kita tersenyum, kita telah berguna, dengan memberikan kebahagiaan di sekitar kita. Ketika kita bersedia mendengarkan teman yang mencoba bergurau padahal ga lucu, itu juga berguna, ya minimal kita sudah menghargai perjuangan dia.

Intinya, keberadaan kita sudah selalu berguna, terlepas sadar atau tidak. Inilah fakta kesalingterkaitan dari segala sesuatu di dalam kehidupan ini.

Jangan sampai kita termakan stigma yang dibuat kapitalisme dan materialisme modern tentang konsep “berguna”, yang mendorong orang menjadi sosoan superhero alias pahlawan kesiangan. 

Mereka adalah orang-orang yang terjun ke politik untuk alasan uang dan kekuasaan, namun bersembunyi dibalik alasan-alasan sweety. 

Coba deh perhatikan ya, menjelang pilkada sebentar lagi, kita dengan mudah bisa menyaksikan hadirnya pahlawan kesiangan ini hehehe

Jadi, tetaplah hidup walaupun merasa tak berguna.

Leave a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *